Tuesday, July 11, 2017

Mereka Panggil Saya Bu Guru

LENSA PERTAMA


Teman-teman selalu bertanya kepada saya.
"Des, mana cerita-cerita mu selama penugasan di Banggai?" atau "Des, blog nya kosong sih ga ada ceritanya?" atau bahkan "Des, aku butuh cerita inspiratif dari kamu dong! Jadi Pengajar Muda pasti banyak banget deh pengalaman-pengalaman yang menggugah".
Well.. sesungguhnya jadi Pengajar Muda tidak sekeren dan tidak sehebat itu kok (padahal dalam hati merasa keren banget haha).

Sebenernya saya selalu meniatkan diri untuk menuliskan pengalaman sehari-hari saya dalam sebuah tulisan. Namun apa daya, ternyata kemampuan menulis saya menumpul. Rasanya sulit sekali untuk menumpahkan semua rasa dan mata dalam goresan-goresan huruf. Terlalu banyak cerita yang antri dalam otak. Satu-satu memaksa untuk bisa masuk dalam cerita ini. Ternyata benar kata orang, yang susah dari menulis adalah untuk memulai.

Untuk memulai bercerita, saya mohon maaf, khususnya kepada diri saya sendiri. Saya mohon maaf karena sudah mengkhianati pikiran saya sendiri. Saya mengingkari diri saya sendiri untuk selalu menangkap setiap momen penting dan dilahirkan menjadi narasi masterpiece (anjay). Tapi nyatanya baru satu narasi yang lahir selama tujuh bulan ini.

Sudah genap tujuh bulan saya bertugas di Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Secara khusus saya diamanahkan untuk menjadi seorang guru di satu Dusun yang mungkin kita semua tidak sadar akan keberadaannya. Di SDN Trans Batui 5, Dusun Batui 5.

Seorang temanku yang baik pernah bertanya. "Des, kalau kamu pulang dari Banggai, kira-kira apa sih yang bakal bikin kamu kangen?". Hari itu dengan lantang aku menjawab, "Langit, laut dan anak-anak."
Tapi setelah hampir genap tujuh bulan bertugas, aku baru sadar satu hal. Ternyata yang akan membuatku rindu menjadi seorang Pengajar Muda adalah teriakan-teriakan dari anak-anakku saat mereka memanggilku, "Bu Guru! Bu Guru!".

Yap. You heard me right. They call me "Bu Guru" instead of "Bu Destin." Itu adalah salah satu cara mereka untuk menghormati para guru yang bertugas, dengan memanggil kami Bapa dan Ibu Guru, bukan menyebutkan nama. Bukan hanya anak-anak yang memanggilku demikian, tapi juga orang tua.

Jadi hari ini dada saya penuh dengan kebahagiaan dan kepala saya penuh dengan cerita. Kalau ada yang bertanya, cerita apa yang bisa saya bagikan? Bisa jadi ini jawaban saya setelah 7 bulan penempatan, "Mereka panggil saya Bu Guru."

Luwuk, 11 Juli 2017